Buletin

Energi Baru Vs Energi Terbarukan

Penggunaan energi fosil yang selama ini menjadi tumpuan dunia telah terbukti berkontribusi mempercepat laju pemanasan global. Laporan khusus dari Interngovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 2018 bahkan dengan tegas menyatakan perlu dilakukan transformasi energi secara cepat dan besar untuk mencegah kenaikan suhu bumi di tingkan 1,5˚C. Untuk membatasi kenaikan suhu tersebut, setidaknya perlu penurunan emisi tahunan mencapai 25-30 GtCO2e/tahun dan sektor energi memiliki peranan penting dalam penurunan emisi tersebut. Transisi energi ke energi terbarukan serta melakukan efisiensi energi perlu dilakukan dengan cepat. Semangat ini diterjemahkan Pemerintah melalui berbagai kebijakan.  Download

Urgensi Transisi Energi

Penggunaan energi fosil yang selama ini menjadi tumpuan dunia telah terbukti berkontribusi mempercepat laju pemanasan global. Laporan khusus dari Interngovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 2018 bahkan dengan tegas menyatakan perlu dilakukan transformasi energi secara cepat dan besar untuk mencegah kenaikan suhu bumi di tingkan 1,5˚C. Untuk membatasi kenaikan suhu tersebut, setidaknya perlu penurunan emisi tahunan mencapai 25-30 GtCO2e/tahun dan sektor energi memiliki peranan penting dalam penurunan emisi tersebut. Transisi energi ke energi terbarukan serta melakukan efisiensi energi perlu dilakukan dengan cepat. Download.

Paradigma Transisi Energi

Energi harus dikonsumsi secara efisien sehingga berperan efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Namun konsumsi energi di Indonesia cenderung boros terlihat dari indikator intensitas energi Indonesia sejak 2010 – 2019 yang berada di kisaran 1.7 hingga 2. Di masa pemulihan ekonomi nasional akibat pandemic Covid-19 saat ini, sektor industri sebagai satu konsumen energi terbesar dan berkontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, dapat memerankan peranan penting melalui peningkatan upaya penerapan teknologi yang efisien. Upaya ini tidak hanya menghasilkan penghematan energi, namun juga dapat meningkatkan daya saing produk nasional di pasar global.  Download

Efisiensi Energi

Energi harus dikonsumsi secara efisien sehingga berperan efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Namun konsumsi energi di Indonesia cenderung boros terlihat dari indikator intensitas energi Indonesia sejak 2010 – 2019 yang berada di kisaran 1.7 hingga 2. Di masa pemulihan ekonomi nasional akibat pandemic Covid-19 saat ini, sektor industri sebagai satu konsumen energi terbesar dan berkontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, dapat memerankan peranan penting melalui peningkatan upaya penerapan teknologi yang efisien. Upaya ini tidak hanya menghasilkan penghematan energi, namun juga dapat meningkatkan daya saing produk nasional di pasar global. Download

Mengelola Risiko Energi Terbarukan

Pemanfaatan energi fosil di sektor-sektor perekonomian, termasuk di sektor ketenagalistrikan, telah memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan hidup. Penggunaan energi fosil di sektor kelistrikan dan pemakaian sistem pemanas secara global berkontribusi terhadap 40% emisi CO2. Emisi akibat proses pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan efek gas rumah kaca yang mengakibatkan kenaikan suhu bumi dan terjadinya perubahan iklim secara global. Menurut laporan Stern Review: The Economics of Climate Change2, perubahan iklim global akan berdampak tidak hanya kepada kelestarian lingkungan namun juga ancaman terhadap kelangsungan hidup manusia. Download

Urgensi Partisipasi Dalam Mendorong Energi Terbarukan

Saat ini, pengelolaan energi telah dilihat sebagai satu aspek yang tidak berdiri sendiri, melainkan sangat berkaitan erat dengan berbagai aspek, seperti: perubahan iklim, pembangunan ekonomi dan sosial, pemberantasan kemiskitan, ketahanan pangan, kesehatan, pengelolaan lingkungan hidup, hingga pertahanan dan keamanan. Melihat strategisnya peran dari pengelolaan energi ini, keterlibatan dari seluruh pihak dalam penyelenggaraannya menjadi sangat penting, termasuk dari masyarakat. Terlebih, saat ini Pemerintah Indonesia tengah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, yang pada akhirnya mendorong Indonesia untuk perlu beralih kepada energi terbarukan, khususnya di sektor ketenagalistrikan, dengan segera. Download

Peluang Memperkuat Regulasi Energi Terbarukan

Sebagai salah satu negara penandatangan Paris Agreement, Indonesia mengikatkan diri dan berkomitmen untuk menurunkan tingkat emisi. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi konsumsi bahan bakar yang menimbulkan banyak emisi seperti bahan bakar fosil dan mulai beralih kepada penggunaan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Ketergantungan Indonesia atas bahan bakar fosil sangatlah tinggi. Bahkan dalam banyak hal pemanfaatan bahan bakar fosil seringkali diiringi dengan pemberian subsidi dan insentif dari pemerintah. Download 

Rekomendasi Penyusunan RUU EBT

Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) menjadi salah satu dari 248 Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah (2020-2024). Terjadinya beragam kontroversi pada pembentukan beberapa undang-undang terakhir, baik secara substansi maupun prosedural, menunjukkan bahwa DPR perlu berbenah dalam proses legislasi. Sementara itu, masyarakat sipil juga perlu melakukan pengawalan, pendampingan, dan pengawasan terhadap pembentuk undang-undang. Tulisan ini menjabarkan sejumlah rekomendasi untuk perbaikan prosedural terhadap Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan, yang saat ini memasuki tahap penyusunan. Download

Elektrifikasi Dengan Energi Terbarukan

Indonesia adalah negara kepulauan, dengan wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang besar. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi Pemerintah, terutama dalam melakukan upaya menciptakan pemerataan pembangunan melalui penyediaan akses energi bagi masyarakat khususnya di wilayah terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Salah satu indikator utama yang digunakan pemerintah untuk mengukur jangkauan penyediaan energi di Indonesia adalah rasio elektrifikasi. Download

Energi Terbarukan Kunci Pemulihan Ekonomi dan Bonus Demografi Indonesia

Walaupun Presiden Joko Widodo sudah menyatakan niat untuk mendorong transformasi struktural Indonesia agar dapat meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing, dan mengantisipasi perubahan demografi, tampaknya perencanaan program pemulihan ekonomi Indonesia masih banyak terpaku pada industri-industri petahana. Sementara itu, berbagai studi menunjukkan bahwa kedepannya industri tenaga fosil seperti batu bara akan terus melemah yang akan menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan. Download

HILANGNYA ASAS KEJELASAN TUJUAN DALAM RUU ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) menjadi salah satu dari 40 (empat puluh) Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022. Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Legislasi (Sileg) pada situs web DPR RI, per 7 Maret 2021, penyusunan RUU EBT memasuki tahap harmonisasi di Badan Legislasi.

Salah satu materi yang mendapat kritik publik, antara lain dari Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Koalisi Masyarakat Sipil untuk Energi Bersih, dan lain-lain adalah masuknya istilah Energi Baru, yang tidak dikenal di negara manapun di seluruh dunia. Bahkan bukan hanya masyarakat sipil, Wakil Ketua Komisi VII pun mengkritik hal tersebut. untuk selengkapnya bisa Download

PENGEMBANGAN GREEN LEGISLATION (PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN BERBASIS LINGKUNGAN HIDUP)

Selama beberapa dekade, peraturan perundangundangan tentang Lingkungan Hidup selalu dilandaskan pada paradigma pembangunan berkelanjutan. Keteraturan ini sejalan dengan
komitmen internasional yang dituangkan di dalam Rio Declaration On Environment and Development. Komitmen di tingkat Internasional selalu diikutidengan pembaharuan peraturan perundang-undangan hingga terakhir disahkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Makalah ini bermaksud membahas politik hukum green legislation dimulai dari komitmen di tingkat Internasional kemudian penerapannya pada peraturan di tingkat Nasional serta menelaah perkembangan dan hambatan pada setiap tingkatan. Makalah ini menemukan dua permasalahan yaitu pertama, banyak hambatan tercapainya persetujuan di tingkat Internasional pada KTT Perubahan Iklim 26 di Glasgow. Kedua, ada ketidaksinkronan peraturan perundang-undangan di Indonesia pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kedua permasalahan ini berkontribusi terhadap melemahnya penggunaan paradigma pembangunan berkelanjutan untuk perkembangan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk selengkapnya bisa klik Download 

Peran DPR RI dalam Mengawasi Pemerintah Kebijakan Pemerintah untuk Mengatasi Perubahan Iklim dengan Meminimalisasi Deforestasi

Kebijakan Pemerintah Indonesia sejauh ini masih belum maksimal dalam membangun kebijakan energi alternatif pengganti fosil hal ini dilihat dari
data yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, produksi batu bara Indonesia mencapai 606,22 juta ton pada 2021. Jumlah itu meningkat 7,2% dibandingkan pada 2020 yang sebesar 565,69 juta ton. Padahal bedasarkan data dari kementerian ESDM cadangan energi fosil kita yakni batubara hanya tersisa 38,84 miliar ton. Dengan rata-rata produksi batubara sebesar 600 juta ton per tahun, maka umur cadangan batubara masih 65 tahun apabila diasumsikan tidak ada temuan cadangan baru. Hal ini menjadi perhatian khusus oleh anggota DPR RI dikarenakan Pemerintah dan DPR telah mengesahkan Ratifikasi UU kesepakatan paris yang disahkan 2015 yang artinya Indonesia harus
serius dalam menjalankan kebijakan transisi energi demi mengatasi perubahan iklim yang nantinya memperburuk kondisi lingkungan di Indonesia. Untuk selengkapnya bisa klik Download

PEREMPUAN DAN ENERGI TERBARUKAN : ERAT YANG LUPUT DARI PERHATIAN

Konvensi PBB di Paris tentang perubahan iklim (Paris Agreement) mengharuskan Pemreintah Indonesia berkomintmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% pada tahun 2030. Paris agreement kemudian diratifikasi ke dalam undang-undang Nomor 16 tahun 2016 tentang Paris Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim). Isu penanganan perubahan iklim serta penyediaan energi bersih dan terjangkau merupakan salah satu tujuan Suitainable Development Goals (SDGs) 20301. SDGs adalah suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia. Kesepakatan tersebut memiliki 17 Tujuan dan 169 target yang hendak dicapai pada tahun 2030. Disisi lain, tujuan kelima SDG’s adalah kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan serta semua anak perempuan. Isu energi dan perempuan hampir mirip dengan keterlibatan perempuan dalam ruang-ruang politik. 70 % kehidupan Isu energi dan perempuan hampir mirip dengan keterlibatan perempuan dalam ruang-ruang politik.

Selengkapnnya dapat diakses melalui link sebagai berikut : Buletin 5 Peran Perempuan (1)

PERAN PARLEMEN DALAM MENDORONG TRANSISI ENERGI (BELAJAR DARI NEGARA LAIN)

Krisis energi adalah masalah besar di masa yang akan datang. Namun di sisi yang lain, bumi yang kita tinggali memiliki potensi besar untuk energi terbarukan seperti matahari, angin, hidro, dan biomassa. Sumber daya ini menyediakan pasokan
energi tanpa henti. Jika dikelola dengan baik akan dapat mengurangi kemiskinan dan berkontribusi pada pengurangan ketidaksetaraan gender, sekaligus mengurangi perubahan iklim.
Kebutuhan untuk mebangun energi terbarukan di seluruh penjuru bumi bukan lagi pilihan, tapi keniscayaan pilihan dari seluruh negara-negara di dunia. Kenaikan suhu bumi telah berdampak luas. Badan Meteorologi Inggris (Met Office)
memprediksi suhu bumi 2022 berada di antara 0,970 – 1,21 derajat celcius. Rata-rata 1,09C di atas suhu pada masa pra-industri. Naiknya suhu bumi terjadi akibat aktivitas manusia dan industri yang
menghasilkan emisi karbon yang gagal diserap ekosistem alamiah karena deforestasi dan rusaknya lingkungan sehingga menjadi gas rumah kaca yang
menurunkan peran atmosfer menyerap emisi dan panas matahari. (Poernomo G. Ridho: 2021)
Bersama isu perubahan iklim, transisi energi kini menjadi kesadaran global. Promosi isu ini menyasar parlemen secara langsung. Lembaga-lembaga internasional menyusun program untuk
mempromosikan transisi energi (dari energi fosil menuju energi terbarukan) bagi parlemen. Melalui tulisan ini, Anda diajak mengeksplorasi bagaimana parlemen negara lain melaksanakan perannya
dalam mendorong energi terbarukan. Untuk selengkapnya anda bisa klik Download 

PERAN DPR RI DALAM MENGAWASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT KEBIJAKAN TRANSISI ENERGI

Dalam internal DPR RI terdapat beberapa alat kelengkapan dewan biasa disingkat AKD yang memiliki peran dalam mengawasi atau controlling bagi pemerintah terkait kebijakan transisi energi diantaranya Komisi VII, Komisi VI dan Badan Anggaran tiga AKD ini memiliki peran penting dalam mengawasi kebijakan pemerintah dari mulai teknis transisi energi, dan skema penganggaran terkait transisi energi melalui BUMN maupun penganggaran melalui APBN. Peran strategis ketiga AKD ini harus dioptimalkan oleh anggota DPR RI agar output dari kebijakan ini bisa sampai ke level
grassroot. Dalam bulletin ini mencoba memberikan informasi terkait pengawasan yang dilakukan oleh Komisi VII, Komisi VI dan Badan Anggaran terkait isu transisi energi. Untuk selengkapnya bisa klik Download 

MENGENAL PETA INSTRUMEN KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN

Kebutuhan terhadap energi terbarukan di masa mendatang sudah tak bisa ditawar lagi. Tuntutan internasional terhadap negara-negara di seluruh dunia agar beralih dari energi konvensional berbasis fosil menuju energi terbarukan tertuang dalam berbagai kesepakatan. Pada Sustainable Development Goals (SDGs) Tujuan 7: Energi Bersih dan Terjangkau, menyiratkan bahwa seluruh negara-negara di dunia dituntut untuk beralih ke energi bersih (energi terbarukan) dan menjamin akses yang setara kepada seluruh penduduk. Paris Agreement, satu kesepakatan internasional tentang perubahan iklim di antaranya menargetkan tentang transisi energi terbarukan dalam rangka mengurangi karbon di permukaan bumi. Indonesia merupakan salah satu negara kunci dalam Paris Agreement. Kedua kesepakatan internasional tersebut merupakan faktor penting di antara faktor lainnya- bagi Indonesia untuk membangun transisi energi di Indonesia. Pemerintah wajib menurunkannya dalam dokumen-dokumen kebijakan yang di dalamnya mencakup target dan strategi mencapai target sesuai kemampuan. Setidaknya ada tiga hal yang perlu dikembangkan pemerintah untuk mendukung energi terbarukan, yaitu kerangka hukum energi terbarukan, insentif keuangan dan investasi publik untuk energi terbarukan. Untuk selengkapnya bisa klik link Download 

TANTANGAN TRANSISI MENUJU ENERGI TERBARUKAN: SELANCAR MASA LALU?

Indonesia memiliki potensi besar dalam menghadapi transisi energi dari energi fosil
menuju energi terbarukan. Namun mengubah pola konsumsi tidak semudah yang dibayangkan, untuk itu perlu direfleksikan ulang periode transisi dari minyak bumi ke energi fosil pada era 1970-an. Pada era 1970-an, konsumsi energi ditopang dengan minyak bumi dan berada pada posisi “nyaman” karena produksi minyak bumi yang melimpah serta APBN cukup leluasa harus membiayai “Subsidi BBM”.

Upaya untuk mengganti dominasi minyak bumi direncanakan di awal 1980-an dan ditandai dengan beroperasinya PLTU Suralaya pada tahun 1985. Proses yang dilakukan dipersiapkan dengan sangat komprehensif termasuk penyiapan produksi batubara oleh PT Bukit Asam di Muara Enim, penyiapan jalur kereta api “Babaranjang”, pembangunan Pelabuhan batubara di Lampung dan penampungannya, kapal angkutan batubara Lampung-Banten serta ikutnya sejumlah PLTU menggunakan batubara menjadi bahan bakar. Selengkapnya dapat diakses melalui link Download 

MENGOPTIMALISASI PERAN DPR RI DALAM MENGAKSELERASI TRANSISI ENERGI

DPR RI dalam hal ini Komisi VII dan Green Economy Caucus perlu memanfaatkan program-program CSR yang ada di BUMN untuk pengembangan Energi Terbarukan, dalam bulletin ini menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh DPR RI dalam mengakselerasi transisi energi. Untuk selengkapnya bisa klik link Download

Dua Kontroversi dalam RUU EBET

DPR telah mengesahkan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan sebagai RUU usulan DPR pada Rapat Paripurna 14 Juni 2022. Setelah melalui penyusunan sejak 2019 oleh Komisi VII dan harmonisasi oleh Badan Legislasi, RUU yang awalnya berjudul Energi Baru dan Terbarukan berubah menjadi Energi Baru dan Energi
Terbarukan. RUU ini ditunggu oleh banyak pihak dari dunia usaha, masyarakat sipil dan masyarakat luas. Mereka berharap Indonesia memiliki kerangka hukum yang cukup kuat untuk melaksanakan transisi energi di Indonesia, dari energi fosil yang tidak terbarukan menuju energi terbarukan. Kehadiran RUU ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam berbagai ratifikasi dan forum ekonomi multilateral.

Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dalam UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to United Nations Framework Convention
on Climate Change (UNFCC) dan berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan internasional. Namun demikian, RUU EBET ini bukan berarti secara keseluruhan dapat diterima oleh masyarakat. Dalam konteks meminimalisir dampak lingkungan, yaitu menurunkan emisi gas rumah kaca dan resiko sosial yang ditimbulkan dari energi, terdapat dua isu yang dianggap kontroversial oleh sejumlah pihak, yaitu pengaturan mengenai nuklir dan batubara dalam RUU EBET. Untuk selengkapnya Download